Kamis, 13 November 2008

Murakami dan Kehampaan


Dua buku Murakami sudah aku baca: Norwegian Wood dan Dengarlah Nyanyian Angin. Di tengah pilihan kata, suasana, perasaaan yang ajaib, aku rasa Murakami jago dalam bicara soal kehampaan dan, mungkin, absurditas. Selalu ada minuman keras, rokok, perasaaan melayang, tak pasti. Anehnya adalah Murakami melakukan itu seolah tanpa beban; terkesan cuek. Ia seolah ingin menunjukkan bahwa perasaan hampa, kesedihan tak terjelaskan adalah biasa saja sebagaimana anda bangun pagi dan pergi kencing ke WC.

Dari Murakami juga aku tahu: aku seharusnya tidak membaca, setidaknya novel, yang pengarangnya masih hidup. Alasannya, begitu mudah memaafkan kesalahan orang yang sudah mati daripada kepada orang yang masih hidup.

Dari Murakami juga aku tahu bahwa tahun 1960-an adalah tahun yang dahsyat. Dekade itu tidak hanya dirayakan oleh "generasi bunga"-nya Amerika utara atau generasi pemberontak '68-nya Eropa, tetapi juga menyebar ke asia timur. Dekade itu menyisakan alunnya jauh sampai sekarang bahkan sampai imajinasi gelap-nya Murakami. Alun itu juga selalu menerpa Wong kar Wai yang film-filmnya juga selalu menyorot dekade 1960-an. Entahlah, spirit itu kadang mengesalkanku kenapa aku tidak remaja waktu 1960-an?.

Tokohnya dalam Norwegian Wood juga mengenang tahun 1960-an sebagai sebuah fase dalam hidupnya yang tidak mungkin dihapus begitu saja bahkan akan terus menghantuinya. Lebih jelas lagi, tokoh itu berumur antara 20-30 tahun. Mereka mengingat dekade itu dengan penuh sendu, khusyuk sekaligus meninggalkan tangis di sudut ingatannya: entah kekasih yang tidak jadi bersatu, atau bunuh diri atau malah perasaan yang sampai tua tidak dapat dipahaminya.

Aku ingin sekali menulis banyak tentang Murakami ini...tapi ampas kehampaannya masih tertinggal di sini.